journalpesantren.com Mutiara puasa.Ibadah puasa Ramadhan di tengah-tengah masih wabah pandemi covid -19 di tahun ini bisa menjadi celah untuk berbuat banyak kebaikan sosial. Ibadah puasa Ramadhan ditengah wabah ini juga menjadikan kita lebih mendalami pengetahuan tentang bagaimana Islam menyikapi puasa di masa pandemic ini. Menurut Komarudin Hidayat dalam bukunya The Wisdom of Life: Menjawab Kegelisahan Hidup dan Agama menjelaskan bahwa puasa mengandung setidaknya tiga makna. Pertama, melalui puasa manusia diajak menghayati sifat Tuhan sebagai Yang Mahahadir (omni-presence). Ketika menjalani puasa dengan menahan makan, minum, amarah dan nafsu seksual, kita merasa Tuhan begitu dekat dengan manusia.
Kita mungkin bisa menipu orang lain mengenai status puasa kita. Namun, di hadapan Allah, hal itu mustahil dilakukan. Itulah bukti bahwa Tuhan selalu hadir dalam hidup kita. Kedua, puasa mengajarkan kita untuk menginvestasikan kesenangan dan kebahagiaan di masa depan. Dengan menahan haus dan lapar, kita bisa menikmati kebahagiaan saat berbuka. Hidangan apa pun akan terasa sangat nikmat ketika dinikmati saat berbuka puasa, apalagi dengan orang-orang tercinta. Momen buka puasa adalah pelajaran penting bagi manusia untuk menunda kesenangan demi kenikmatan yang lebih hakiki. keagamaan.
Momentum puasa di masa pandemi ini kiranya bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menjalani rangkaian ibadah Ramadhan baik di rumah atau pun dimasjid dengan tetap menjaga Prokes. Sholat wajib, tarawih dan tadarus al Quran bisa dilakukan di rumah bersama keluarga. Dengan menjalani rangkaian ibadah Ramadhan di rumah bersama keluarga, niscaya kita bisa menciptakan suasana intim. Kebekuan dan kekakuan hubungan antarkeluarga yang mungkin ada pun niscaya akan mencair dengan sendirinya. Dengan demikian, institusi keluarga pun akan kembali kokoh. Ketiga, puasa mengajarkan manusia untuk mempertajam sikap simpati, empati sekaligus kepekaan sosial. Menahan lapar dan haus ialah wujud empati kita pada orang miskin yang terbiasa hidup serba terbatas. Begitu pula kewajiban mengeluarkan zakat dan zakat fitrah di penghujung Ramadhan ialah pelajaran untuk mengasah solidaritas sosial kita.
Ketiga makna puasa di atas tetap bisa kita raih meski kita menjalani ibadah Ramadhan di tengah pandemic ini. Dengan tetap beribadah baik di rumah maupun di masjid dengan aturan prokes di tengah pandemi, kita telah berkonstribusi pada upaya menanggulangi wabah Corona ini. Dengan beribadah di rumah pula, kita bisa lebih menyelami kembali makna puasa Ramadhan. Selama ini, boleh jadi ibadah Ramadhan kita hanya sebatas ritual belaka, tanpa menyisakan makna mendalam, apalagi hingga mengubah cara pandang kita dalam berpikir dan berperilaku. Pola ibadah yang bersifat ritualistik itu menjebak kita dalam nalar keagamaan yang simbolistik-pragmatis.
Kita kerap berpikir bahwa dengan menunaikan ibadah, kewajiban kita telah selesai. Padahal, kenyatannya tidak demikian. Ali Asghar Engineer dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan menjelaskan bahwa ibadah mengandung misi profetik kenabian, salah satunya ialah visi emansipatorisme alias pembebasan manusia. Ini tidak lantas aktivitas peribadatan harus dikaitkan dengan gerakan sosial atau politik. Namun, aktivitas ibadah idealnya mampu mengarahkan manusia untuk senantiasa meningkatkan kepedulian dan kepekaan sosial.dan selalu berdoa di tengah bulan suci Ramadhan ini ,Semoga Pandemi beralih ke endemi dan Normal seutuhnya .Amin .1443 H.