journalpesantren.com Ada yang menarik dalam debat terakhir presiden dimana kalimat penutup dari setiap capres sama tapi berbeda. Anies Baswedan menjelaskan pengalaman di lapangan dan sibuk melemparkan janji politiknya. Tak ada keinginan menciptakan perubahan yang merangkul kalangan yang berbeda pilihan politiknya. Anies seperti sibuk berjanji perubahan, tapi minim wacana merangkul kelompok yang kalah. Karakter berpolitik Anies bukan negarawan, siap menang dalam kompetisi politik tapi gak siap kalah. Tak ada satupun kalimat Anies yang menghormati lawan debat, meski sekedar ucapan terima kasih.
Serupa, Ganjar Pranowo sibuk ”menjual” narasi politik atas mereka yang kecewa terhadap pemerintah dan sibuk ”melempar” janji politiknya. Rakyat Indonesia dipuji sebagai sumber energi dan detak jantung bagi pasangan ini. Tak lupa membawakan narasi Indonesia Unggul, sibuk mengucap kata manis agar dapat mandat rakyat dan tiga janji (kepada Tuhan, hukum dan rakyat). Sedikit memuji pasangan 01 dan 02 sebagai sahabat debat dan diskusi. Tetapi secara keseluruhan narasi yang dibawanya lebih menekankan kepada masyarakat. Ucapan Ganjar sedikit lebih negarawan, artinya siap menang dan kalah dalam demokrasi, serta cukup hormati kepada lawan debatnya.
Prabowo berbeda, kerendahan hati membawa sosok calon presiden nomor 02 ini mengucapkan terima kasih kepada KPU, Anies dan Ganjar. Prabowo merendahkan hati meminta maaf kepada KPU jika selama debat dirasakan kurang pas. Tak lupa, Prabowo menganggap Anies, Muhaimin, Ganjar dan Mahfud sebagai saudara. Sama-sama ingin berjuang dan cinta rakyat Indonesia. Meski menjelaskan program unggulan, narasi yang dibawakan Prabowo dan Gibran lebih menekankan kerendahan hati dan sikap negarawan. Rendah hati memuji lawan debatnya dan menganggap saudara sebangsa dan setanah air. Serta menegaskan sikapnya siap menang dan kalah.
Melihat kalimat penutup ketiga capres, ingatan saya terbayang ucapan seorang teman di sebuah grup whatsapp. Bagi kawan tersebut, berpolitik sementara berkawan selamanya. Ucapan Prabowo paling tepat melukiskan kondisi tersebut. Kita tentu melihat bagaimana Prabowo dan Anies tak mau saling bersalaman dalam debat sebelumnya. Serangan narasi yang kompak dari capres Anies dan capres Ganjar juga terlihat di dua debat sebelumnya. Tetapi Prabowo tetap berusaha menilai keduanya sebagai sahabat dan kawan, bukan sebagai musuh. Kematangan politik dan berdemokrasi sudah banyak mengajarkan Prabowo bagaimana makna berpolitik, ada persahabatan dan ada pengkhianatan. Tapi semua ditanggap sebagai sebuah kewajaran dalam dunia politik yang dinamis.
Melalui kalimat itu, Prabowo menegaskan siap menang dan kalah. Dengan memuji kedua lawan debatnya, Prabowo seolah mau berkata ”Saya siap menang, tapi saya siap kalah” Narasi ini juga merupakan narasi kerendahan hati dan bukan semata perubahan tapi dipenuhi kesombongan terhadap lawan debatnya. Kita melihat bagaimana Prabowo memberikan sebuah penegasan berdebat panas dalam politik dan kampanye sesuatu yang biasa. Tetapi setelah itu, berdamai dengan kondisi yang panas dalam debat adalah sebuah pilihan terbaik. Mirip seperti perkataan ”Berpolitik sementara, bersahabat selamanya” Maka kita tentu mendukung pemilu damai dan pemilu berjalan sekali putaran agar Ramadhan damai nantinya. Tak perlu pemilu berjalan lama agar tak ada pembelahan tajam kembali di masyarakat seperti pemilu 2019. ( JP )