journalpesantren.com. .Kecepatan perkembangan informasi dan teknologi membuat manusia harus mampu beradaptasi dengan baik agar proses dehumanisasi tidak terjadi. Kita perlu meyakini, era digital merupakan sebuah keniscayaan yang menjadi budaya baru dalam modernitas kehidupan sosial budaya di Indonesia. Adanya internet yang mendorong kelahiran era revolusi industri 4.0 dan pergerakan digital secara global yang membuat kita semakin ketergantungan kepada gadget dengan segala kecanggihannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadilah kita masuk dalam era digital yang membutuhkan kebijakan, kebijaksanaan dan kemampuan mengelola teknologi agar menjadi produk yang bermanfaat dan mampu menebarkan kebaikan secara luas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Saat ini, tingkat pertumbuhan pengguna internet di Indonesia dapat dikatakan tinggi sehingga ini menjadi peluang sekaligus ancaman bagi negara kita di masa kini dan mendatang. Ini mengingat internet menyisakan problematika kejahatan cyber yang lebih sulit dideteksi dibandingkan kejahatan secara fisik seperti pembangunan komunikasi digital dalam kejahatan terorisme, pencurian data pengguna, peredaran narkoba secara online, maraknya pinjaman online ilegal dan berbagai kejahatan lainnya. Kondisi ini berpotensi memicu dinamika kekerasan dan instabilitas sosial, politik, ekonomi dan budaya bagi sebuah bangsa yang perlu mendapatkan serius agar tidak meruntuhkan fondasi kebangsaan dan mengikis tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Persoalan kebijakan harus diperkuat dan diharmoniskan dengan kebijaksanaan masyarakat sebagai pengguna yang memakai internet dalam kesehariannya agar lebih bijak dan tidak mudah membagikan konten yang mengandung kejahatan dan merusak keharmonisan hidup di kalangan masyarakat secara luas.
Perlu juga diperhatikan bagaimana peredaran hoaks dan ujaran kebencian secara massif yang dilandasi perbedaan kepentingan politik, kebenciaan terhadap institusi pemerintah tertentu dan kebebasan yang tidak bertanggung jawab dengan menyerang personal pejabat pemerintah tanpa data dan fakta yang jelas. Bagaimanapun hoaks, ujaran kebencian, informasi menyesatkan dan berbagai bentuk praktek keburukan informasi demi mencapai kepentingan tertentu yang merugikan orang lain adalah salah secara hukum dan agama. Mereka melakukan kejahatan secara hukum dengan merugikan kepentingan masyarakat umum dengan informasi dan propaganda yang menyudutkan orang lain dengan validitas data rendah dan kebenaran yang sepantasnya diragukan secara ilmiah. Secara agama, perbuatan ini jelas berdosa dan mendekatkan diri kepada keburukan yang membawa dampak negatif secara luas dan memproduksi keburukan lainnya yang bisa mengancam kerukunan beragama dan persatuan bangsa Indonesia.
Melihat realitas itu, maka dakwah sebagai sebuah ajakan dalam mengenal dan memahami Islam harus mulai beralih dan memperhatikan suasana kebatinan masyarakat dengan menyentuh aspek digital melalui konten “tandingan” atas berbagai praktek keburukan dan pelanggaran hukum di media sosial dan komunikasi dunia maya. Konten youtube, instagram, whastapp yang edukatif, mencerahkan dan mengajak kepada keharmonisan kehidupan sebagai corak dan karakter mendasar manusia Indonesia yang Pancasilais harus ditumbuhkan secara subur di masyarakat. Narasi beragama secara moderat dan wacana keharmonian yang berpijak kepada spirit Bhinneka Tunggal Ika harus disebarkan melalui berbagai saluran media sosial dan komunikasi dunia maya sehingga ruang digital berisikan isu-isu yang dapat menjauhkan bangsa Indonesia dari ancaman disintegrasi bangsa. Kita perlu menghidupkan wacana yang sejuk kepada setiap elemen bangsa, dan pada titik inilah dakwah di era digital harus terus mengupayakan narasi tandingan dalam rangka melawan keburukan yang beredar luas dan kita yakin para pendakwah kita mampu adaptif dengan semakin aktif memanfaatkan media sosial sebagai sarana dakwah di era digital.
Oleh: Inggar Saputra
Analis dan Peneliti Global Riset Indonesia