journalpesantren.com JAKARTA – Indonesia sebagai negara berlandaskan hukum perlu adanya kepastian hukum terutama dalam RKUHP dengan maraknya penyebaran hoaks yang menimbulkan keresahan. Untuk itu masyarakat diingatkan agar memanfaatkan media sosial secara positif dan tidak mudah termakan penyebaran kabar bohong atau hoaks.
Fakhruddin Rusyibani, Wasekjen DPP Rumah Komunikasi Lintas Agama (RKLA), mengatakan
kehadiran RKUHP sangat dinantikan oleh semua insan hukum pasalnya selama puluhan tahun bangsa Indonesia masih menggunakan produk hukum Belanda.
Namun demikian terdapat pasal pasal krusial yang perlu disikapi secara bijak jika tidak, dapat berujung pada tindakan pidana yakni persoalan kabar bohong atau hoaks.
Oleh karena itu sangat penting bagi pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk menyaring informasi berdasarkan fakta, begitu juga dengan masyarakat sebagai penerima informasi perlu melakukan penyaringan sebelum menyebarkan.
“Dalam RKUHP Pasal 263 dan 264 kabar bohong atau hoaks dapat dikenakan pidana,” paparnya.
dalam webinar secara daring “Anti Hoaks RKUHP’, Urgensi Literasi Digital Dalam Melawan Hoaks Pada Proses Pembentukan Informasi Kebijakan Publik, yang digagas Ditjen IKP Kominfo RI, Selasa (6/12/2022).
Selain Fakhruddin, narasumber lainnya yakni
anggota Komisi I DPR, Yan Permenas Mandenas yang dipandu moderator Muhammad Awaluddin Al Kirom.
Masih dijelaskan Fakhruddin bahwa dua pasal tersebut tidak memandang sengaja’atau tidak sengaja akan tetapi point kalimat “barangsiapa menyebarkan”.
Maka dari itu Fakhruddin mengingatkan semua pihak secara bijak dalam menyikapi dua pasal Anti Hoaks tersebut secara bijak dengan melakukan pengecekan sumber informasi yang disampaikan sebelum disebarkan.
Fakhruddin juga menyampaikan sarannya agar pemerintah mengambil sikap secara tegas pasal pasal yang menimbulkan kontroversi dimasyarakat.
Anggota Komisi I DPR, Yan Permenas Mandenas menambahkan terdapat disinformasi yang berkaitan dengan RKUHP diantaranya adalah pasal pesanan atau pasal titipan, pembatasan terhadap kebebasan berpendapat, pasal karet dan syaraf kepentingan.
“Disinformasi tersebut merupakan perlu disikapi secara bijak, karena tujuan dari pembaruan hukum dalam RKUHP pada hakikatnya merupakan pembaruan terhadap pokok-pokok pemikiran, sering juga dimaknai sebagai konsep atau ide dasar. Bukan sekedar mengganti perumusan pasal secara tekstua,” ucapnya.
Masih menurut Yan Permenas dalam pembaruan hukum termasuk pembaruan hukum pidana, pembaruan terhadap nilai-nilai yang menjadi kebutuhan mendasarnya.
“Maka dapat dipahami bahwa isi dari pembaruan RKUHP demi menangkal dan melawan hoaks,” tandanya. []