journal news.Tahap tahap perkembangan manusia memiliki fase yang cukup panjang. Untuk tujuan pengorganisasian dan pemahaman, kita umumnya menggambarkan perkembangan dalam pengertian periode atau fase perkembangan. Fase perkembangan dapat di artikan sebagai tahapan atau pembentukan tentang perjalanan kehidupan individu yang di warnai ciri ciri khusus atau pola pola tingkah laku tertentu.
Pada manusia perkembangan fisik dan mental setiap kali mencapai kematangan terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan atau fase perkembangan, hal ini berarti bahwa dalam menjalani hidupnya yang normal dan berusia panjang individu akan mengalami fase-fase perkembangan yang secara umum dibagi ke dalam lima tahapan yaitu: bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan masa tua.
Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan tidak ditekankan pada segi materiil, melainkan pada segi fungsional. Dari uraian ini perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kualitatif dari fungsi-fungsi. Perubahan sesuatu fungsi adalah disebabkan oleh adanya suatu proses pertumbuhan materiil yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan disamping itu, disebabkan oleh karena perubahan tingkah laku hasil belajar. Maka akan salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah semata-mata sebagai perubahan atau proses psikologis.
Perkembangan manusia memiliki pola umum yang dapat diterapkan pada manusia, meskipun terdapat perbedaan individual. Pola yang terjadi adalah bahwa setiap individu tumbuh dari keadaan lemah menuju keadaan yang kuat dan kemudian kembali melemah.
Perbedaan individual merupakan kehendak Allah dan ditentukan melalui pembawaan dan lingkungan. Alquran menyatakan bahwa Allah menciptakan dan membentuk manusia dalam rahim ibunya dengan cara dan bentuk yang berbeda dan unik seperti yang diinginkanNya:
Hai manusia, apakah yang memperdaya kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah? Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. (QS Al-Iifithaar 82:6-8).
Dia yang membentuk kamu dalam Rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Imran 3:6)
Tahapan Usia Manusia
Pada hakekatnya, perkembangan (development) atau tahapan usia manusia itu sendiri adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yang berlanjut sepanjang rentang hidup. Maksudnya ialah, perkembangan usia manusia merupakan proses yang melibatkan pertumbuhan sejak pada tahap pembuahan sampai akhir kehidupan. Walaupun dalam penggunaanya, istilah perkembangan dan pertumbuhan itu digunakan untuk sesuatu yang berbeda, akan tetapi perlu digaris bawahi bahwa perkembangan dan pertumbuhan merupakan dua entitas yang dapat dipisahkan namun pada hakekatnya keduanya tidak bisa berdiri sendiri.
Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan itu berkaitan dengan perubahan yang besifat kuantitatif, yaitu terjadinya peningkatan ukuran fisik dan struktur. Sementara itu perkembangan berkaitan erat dengan perubahan yang bersifat kualitatif sekaligus kuantitatif. Perubahan kualitatif dan kuantitatif ini merupakan proses yang sifatnya progresif, teratur dan koheren, progresif itu ditandai dengan perubahan yang terarah dan membimbing ke arah yang lebih maju, sedangkan teratur dan koheren merupakan bukti yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara perubahan yang terjadi baik itu yang telah lalu atau yang sedang dijalani. Artinya bahwa, dengan bertambahnya usia seseorang sangat mempengaruhi terhadap perubahan dalam tahapan perkembangan berikutnya.
Selain itu, perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaanya atau kematangannya (maturation) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan. Sistematis dalam hal ini memiliki pengertian bahwa, setiap perubahan dan perkembangan itu bersifat saling kebergantungan antara yang satu dengan yang lain baik itu fisik maupun psikis.
Dalam psikologi perkembangan bahwa priodisasi manusia pada dasarnya memiliki 5 tahapan yaitu:
Tahap asuhan (0-2 tahun) atau disebut fase neonates mulai dari kelahiran sampai umur 2 tahun
Tahap pendidikan jasmani dan pelatihan pancaindra (2-12 tahun) atau disebut fase anak-anak
Tahap pembentukan watak dan pendidikan agama (12-20 tahun) fase aqil baligh dimana anak sudah mulai mampu membedakan baik dan buruk
Tahap kematangan (20-30 tahun)
Tahap kebijaksanaan (30-meninggal).
Periodisasi perkembangan manusia memiliki tujuan untuk mengelompokkan dan memudahkan dalam memahami hakekat perkembangan itu sendiri.
Perkembangan manusia secara umum digambarkan dalam periode atau tahapan-tahapan, dimana periode atau tahapan yang dimaksud sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Adapun periode atau tahapan tersebut diantaranya periode prakleahiran, masa bayi, masa kanak-kanak awal, masa kanak- kanak tengah, dan masa remaja.
Konsep Anak, Remaja dan Dewasa dalam Pandangan Islam
Konsep anak dalam pandangan islam
Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan, anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa. Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pada bab 1 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang dalam kandungan.
Dalam bahasa Arab, banyak kata yang diartikan sebagai anak, antara lain al-walad, al-ghulam, al-thifl, dan ibn. Kata walad-awlâd yang berarti anak yang dilahirkan orang tuanya, laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, tunggal maupun banyak. Kata al-walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan keturunan, sehingga kata al-wâlid dan al- wâlidah diartikan sebagai ayah dan ibu kandung. Berbeda dengan kata ibn yang tidak mesti menunjukkan hubungan keturunan dan kata ab tidak mesti berarti ayah kandung. Selain itu, al-Qur’an juga menggunakan istilah thifl (kanak-kanak) dan ghulâm (muda remaja) kepada anak, yang menyiratkan fase perkembangan anak yang perlu di cermati dan diwaspadai orang tua, jika ada gejala kurang baik dapat diberikan terapi sebelum terlambat, apalagi fase ghulâm (remaja) di mana anak mengalami puber, krisis identitas dan transisi menuju dewasa.
Al-Qur’an juga menggunakan istilah ibn pada anak, masih seakar dengan kata bana yang berarti membangun atau berbuat baik, secara semantis anak ibarat sebuah bangunan yang harus diberi pondasi yang kokoh, orang tua harus memberikan pondasi keimanan, akhlak dan ilmu sejak kecil, agar ia tumbuh dan berkembang menjadi anak yang memiliki prinsip dan kepribadian yang teguh.
Kata ibn juga sering digunakan dalam bentuk tashghĭr sehingga berubah menjadi bunayy yang menunjukkan anak secara fisik masih kecil dan menunjukkan adanya hubungan kedekatan (al-iqtirâb). Panggilan ya bunayya (wahai anakku) menyiratkan anak yang dipanggil masih kecil dan hubungan kedekatan dan kasih sayang antara orang tua dengan anaknya. Begitulah mestinya hubungan orang tua dengan anak, hubungan yang dibangun dalam fondasi yang mengedepankan kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Sikap orang tua yang mencerminkan kebencian dan kekerasan terhadap anak jelas tidak dibenarkan dalam al-Qur’an.
Menurut Jamal Abd al-Rahman, al-Thifl adalah fase anak mulai dari sulbi ayahnya hingga berumur 3 tahun, al-shabi dari umur 4 hingga 10 tahun, al-ghulam dari umur 10 hingga 14 tahun, al-syab dari usia 15 hingga 18 tahun.
Konsep remaja dalam pandangan islam
Islam adalah adalah suatu agama yang berisi ajaran tentang tata hidup yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui para rasul-Nya, sejak dari Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Ajaran ini diturunkan Allah untuk kesejahteraan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat nanti.
Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad ini, lebih lengkap dan lebih sempurna dari ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya dan nama “Islam” diresmikan pemakaiannya pada masa Nabi Muhammad ini. Karena ajaran Islam ini memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, maka jelaslah agama Islam memiliki fungsi bagi kehidupan manusia, terkhusus remaja.
Betapa gelisahnya anak-anak muda yang tidak pernah menerima didikan agama. Karena usia muda itu adalah usia di mana jiwa sedang bergejolak, penuh dengan kegelisahan dan pertentangan batin dan banyak dorongan yang menyebabkan lebih gelisah lagi. Maka agama bagi anak muda mempunyai fungsi penentram batin dan penenang jiwa, di samping itu menjadi pengendali moral.
Dalam kehidupan remaja akan menghadapi dorongan-dorongan biologis, yang mulai timbul setelah pertumbuhan jasmani atau setelah masa puber, bagi orang yang tidak beragama, pengendali satu-satunya adalah masyarakat. Jika masyarakat di mana ia hidup membenarkan dipenuhinya kebutuhan-kebutuhan biologis itu di luar perkawinan, maka akan mudahlah orang melakukan permainan itu tanpa merasa bersalah, seperti terjadi di beberapa negara modern, di mana sudah sangat sukar untuk mencari gadis yang masih perawan. Di samping itu akan didapati pula gadis-gadis yang sudah mempunyai anak. Hubungan seksual yang dilakukan di luar perkawinan itu, akan membuka pintu bagi terjadinya penyakit-penyakit kelamin dan yang akan menderita lebih banyak adalah anak-anak yang lahir, yang tidak jelas siapa ayahnya.
Konsep dewasa dalam pandangan islam
Kedewasaan kurang jelas dalam arti psikologi perkembangan, maka kedewasaan juga dianggap sebagai sudah mencapai perkembangan yang penuh, sudah selesai berkembangannya. Psikologi perkembangan dulu juga tidak lepas dari ketidakjelasan ini. Psikologi perkembangan dulu dipandang sebagai psikologi psikologi anak dan remaja; baru kemudian dipandang sebagai ilmu yang melukiskan dan menerangkan gejala dan perubahan psikis sepanjang kehidupan.
Oleh karna itu ilmuan membagi 3 masa dewasa:
Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa madya (midle adulthood)
Masa usia lanjut (masa tua/ older adult)
Pendidikan keagamaan merupakan penyebaran dan internalisasi nilai dari berbagai pengalaman komulatif baik berupa keyakinan, sikap, pengetahuan maupun penerapannya dalam nilai positif dan bermanfaat oleh satu generasi ke generasi selanjutnya. Pendidikan Keagamaan dalam hal ini bermuara dalam konsep pendidikan Islam adalah memberi pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.
Setiap orang Islam pada hakikatnya adalah insan agama yang bercita-cita, berpikir, beramal untuk hidup akhiratnya yang berdasarkan petunjuk dari wahyu Allah melalui Rasulullah.
Untuk dapat mewujudkan Tujuan dan fungsi pendidikan keagamaan yang bermuara kepada peserta didik yang menjadi manusia yang ahli dan mampu mengamalkan nilai ajaran agamanya, maka diperlukan kesungguhan dari pendidik ketika melaksanakan proses pembelajaran.
Agama bagi kehidupan manusia menjadi pedoman hidup. pendidikan agama yang baik tidak saja memberi manfaat bagi yang bersangkutan, akan tetapi akan membawa keuntungan dan manfaat terhadap masyarakat lingkungannya bahkan masyarakat ramai dan umat manusia seluruhnya.
Masa dewasa adalah masa awal seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, seseorang dituntut untuk memulai kehidupannya dalam memerankan peran ganda seperti peran sebagai suami/istri dan peran dalam dunia kerja (berkarier).
Perhatian Islam Terhadap Pendidikan Anak, Remaja dan Dewasa
Minat beragama merupakan fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia, akan tetapi walaupun hal tersebut sudah menjadi fitrah dan bersifat mendasar tidak menutup kemungkinan untuk berkembang. Namun hal tersebut bergantung kepada seberapa besar anak memperoleh pendidikan tentang keagamaan.
Fitrah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor internal, faktor eksternal atau lingkungan (lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat).
Dari beberapa periode perkembangan serta aspek-aspek yang mencakup perkembangan di atas menunjukan bahwa masing-masing periode memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain dan berkelanjutan, baik dalam konsep perkembangan barat ataupun konsep perkembangan manusia dalam al-Qur’an.
Pada dasarnya, Islam memberi perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan anak, terutama dalam koteks kehidupan keluarga. Saking besarnya perhatian Islam terhadap pendidikan anak, Islam sampai-sampai memperingatkan agar keluarga tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik secara intelektual maupun sosio emosional. Perhatian Islam terhadap pendidikan anak dapat dilihat dari tinjauan normatif teologis, filosofi, historis, dan lain sebagainya. Tinjauan normatif dapat dilihat pada terjemahan Surat At-Tahrim [66]: ayat 6 yang memerintahkan kepada orang yang beriman untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka antara lain dilakukan dengan cara mendidiknya, yakni membentuk sikap dan perilaku dengan nilai-nilai ajaran agama yang luas, yang tampak dalam ucapannya yang selalu benar, sikapnya selalu jujur, perilakunya selalu menjalankan ajaran agama, mematuhi berbagai peraturan dan perundangan yang ditetapkan pemerintah.
Agama bagi kehidupan manusia menjadi pedoman hidup. pendidikan agama yang baik tidak saja memberi manfaat bagi yang bersangkutan, akan tetapi akan membawa keuntungan dan manfaat terhadap masyarakat lingkungannya bahkan masyarakat ramai dan umat manusia seluruhnya.
Karakteristik Jiwa anak, Remaja dan Dewasa
Anak- anak
Perkembangan agama pada masa anak usia dini terjadi melalui pengalaman hidupnya yang didapat sejak kecil, baik dalam keluarga, lingkungan sekolah, dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bernuansa keagamaan, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama. Dengan memperkenalkan pendidikan agama sejak dini berarti telah membuat pribadi yang kuat berlandaskan agama dalam hal mendidik anak. Karena pada usia ini merupakan masa- masa terpenting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga perlu ditanamkan nilai-nilai agama sejak dini agar dapat terbentuk kepribadian anak yang Islami. Sehingga ibarat bangunan yang akan dibentuk maka fondasi yang kuat akan mampu menjamin terbentuknya sebuah bangunan fisik yang kokoh dan tidak goyah.
Pada prinsipnya pokok-pokok pendidikan yang harus diberikan kepada anak (kurikulumnya) tidak ada yang lain hanya ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni akidah, ibadah dan akhlak.
Remaja
Pendidikan kaum remaja yang bijaksana adalah pendidikan yang mempertimbangkan keadaan jiwa remaja itu sendiri. Dengan memperhatikan karakter fisik non fisik, terutama kognitif dan sosial, yang tampak dengan jelas bahwa mendidik para remaja akan jauh lebih sulit dibandingkan mendidik anak-anak atau orang dewasa. Dimana masa remaja adalah masa transisi baik secara fisik maupun kejiwaan. Pendidikan kaum remaja dapat dilakukan dengan cara memberikan peluang dan kebebasan untuk mengambil inisiatif, peran dan tanggung jawab, bertanya, dan sebagainya.
Dewasa
Masa dewasa adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi sosial, priode komitmen dan masa ketergantungan perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan. Masa dewasa ini juga ditandai oleh perubahan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan psikososial, dan perkembangan moral keagamaan.
Tanggung Jawab Keagamaan Anak, Remaja dan Dewasa
Anak- anak
Anak-anak mulai mengenal Tuhan, melalui bahasa. Dari kata-kata orang yang ada di lingkungannya, yang pada permulaan di terima secara acuh tak acuh saja. Akan tetapi setelah ia melihat orang dewasa menunjukkan rasa kagum dan takut pada Tuhan, maka mulailah ia merasa sedikit gelisah dan ragu tentang suatu yang gaib yang tidak dapat dilihatnya itu, mungkin ia akan ikut membaca dan mengulang kata-kata yang diucapakan oleh orang tuanya. Lambat laun tanpa disadarinya, akan masuklah pemikiran tentang Tuhan dalam pembinaan kepribadiannya dan menjadi obyek pengalaman yang agamis. Tidak adanya perhatian terhadap Tuhan pada permulaan adalah karena ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan, ataupun yang menyusahkan. Akan tetapi setelah ia melihat reaksi orang-orang di sekelilingnya, yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu, maka timbullah pengalaman tertentu, yang makin lama makin meluas dan mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu tumbuh. Biasanya pengalaman itu pada mulanya tidak menyenangkan, karena merupakan ancaman bagi integritas kepribadiannya, karena itulah perhatian anak-anak tentang Tuhan pada permulaan merupakan sumber kegelisahan atau ketidaksenangannya.
Ada seseorang yang terkenang perihal kesalahpahamannya mengenai konsep Tuhan di saat ia masih kanak-kanak. Ketika salah seorang anggota keluarganya meninggal dunia, ayahnya memberikan penjelasan mengenai kejadian itu bahwa seseorang telah memohon kepada Allah untuk“membawa” nyawa orang tersebut. Informasi ini memunculkan rasa takut dalam dirinya mengenai orang-orang yang bisa melakukan hal tersebut. Secara kebetulan ia membuat kesalahan ketika ia bersama ibunya di tengah jalan, ibunya akan menakut-nakuti dengan menunjuk seorang polisi yang ada di depannya seraya mengatakan bahwa ia akan meminta polisi tersebut untuk “membawanya”. Jadi, selama masa kanak-kanaknya, ia mendapatkan pemahaman yang keliru tentang konsep Tuhan, dengan membandingkan Allah seperti orang yang mengenakan seragam kaku yang menakutkan.
Karena Allah itu tidak kasatmata, namun nama-Nya sering disebut-sebut di rumahnya, kecenderungan bagi si anak, hal itu akan membentuk gambaran mental yang di susun berdasarkan pemehaman yang ia miliki. Gambaran mental tersebut dapat berbeda antara satu orang dengan orang yang lain. Gambaran-gambaran mental yang demikian sangat dipengaruhi oleh penjelasan-penjelasan dari kedua orang tuanya mengenai hal-hal yang disukai Allah dan hal-hal yang dibenci-Nya.
Sesungguhnya tidak mengenal adanya agama, banyak terletak pada situasi dan lingkungan rumah tangga. Apabila orang tua di rumah tangga lalai dan memandang enteng terhadap pembinaan jiwa agama pada anak-anaknya, maka disinilah letak factor kekosongan jiwa agama, yang menyebabkan anak hidu jauh dari kehidupanagama. Namaun sebaliknya apabila orang tua benar-benar menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pembinaan jiwa agam anaknya, maka akan Nampak pengaruh positifnya yang dapat menyebabkan anak timbul semangat dan gairahnya dalam menjalankan / melaksanakan ibadah agama secara konsekuen.
Itulah sebabnya, maka orang tua harus dapat menjadikan dirinya sebagai suri tauladan bagi anak-anaknya, baik dari segi ucapan, perbuatan maupun dalam segi tindakannya.
Remaja
Usia remaja hampir disepakati oleh ahli jiwa adalah antara 13-21 tahun. Jika kita tinjau dari segi psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung kepada keadaan masyarakat dimana remaja itu berada. Yang biasa dapat ditentukan adalah permulaan masa remaja ialah pada saat remaja itu mengalami masa “Puber Remaja”.
Pertumbuhan jasmani remaja selalu diiringi kegoncangan emosi, kadang-kadang cepat marah dan tidak karuan atau diam tak ingin bicara, seakan-akan ada sesuatu yang diinginkan. Perlakuan seperti ini memerlukan kewaspadaan orang tua dalam menghadapi remaja seperti ini. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang mengalami perlakuan remaja seperti ini, tidak sedikit yang menyebabkan terjadinya konflik bathin antara remaja dan orang tuanya, dengan gurunya, ataukah dengan pemimpin masyarakat lainnya.
Kebutuhan remaja terhadap agama sebagai pegangan hidup dapat membantu mereka dalam membatasi dorongan-dorongan yang semakin mendesak itu. Remaja yang hidup dan dibesarkan dalam lingkunagn keluarga yang aman dan tentram, tekun beribadah, akan menampakkan keyakinanya kepada Tuhan (Allah swt.).
Salah satu yang perlu diingat bahwa pengertian mereka terhadap pokok-pokok ajaran agama, dapat mempengaruhi perkembangan pikiran yang sedang mereka alami dan yang akan dilakukannya gambaran atau prospek remaja terhadap adanya Tuhan (Allah swt.) dengan sifat-sifatNya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam lingkungannya, derta dipengaru pula oleh perubahandan sifat remaja itu sendiri.
Kepercayaan remaja akan kekuasaan Tuhan akan menyebabkan munculnya rasa tanggung jawab, baik kepada Tuhan maupun kepada masyarakat. demikian pula sebaliknya, apabila remaja itu diliputi perasaan kekecewaan dalam hdupnya, maka akan dapat menimbulkan kontradiksi dalam perasaannya, sehingga mungkin efeknya berakibat kepada menjauhi Tuhan atau menentang adanya kekuasaan Allah swt.
Kekecewaan remaja tidak hanya terjadi karena masalah-masalah pribadinya, akan tetapi banyak pula perbedaan antara nilai-nilai ajaran agama yang diterimanya dengan sikap dan perlakuan orang dalam masyarakat dalam menjalankan / melaksanakan ajaran agama. Orang yang mengaku beragama tapi perlakuannya dalam masyarakat menunjukkan adanya saling permusuhan satu sama lainnya, fitnah-memfitnah, hina-menghina, saling iri hati apabila ada temannya yang mendapat kebahagiaan (pangkat, jabatan, harta dan sebagainya). Mungkin pula hanya perbedaan mazhab, dapat menyebabkan terjadinya kurang persahabatan, kendornya pergaulan sesama umat islam dan sebagainya.
Perbedaan tersebut di atas menyebabkan kegelisahan bagi remaja, kadang-kadang menimbulkan perasaan benci kepada mereka, bahkan yang lebih vatal lagi apabila perbedaan pendapat tersebut, justru remaja membenci agama yang dianutnya.
Dewasa
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa nilai-nilai yang yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Sikap Keagamaan Anak, Remaja dan Dewasa
Perkembangan jiwa beragama pada anak-anak umumnya adalah perkembangan yang masih awal, tetapi sebenarnya sebelum masa anak- anak pun seorang anak telah mendapatkan sebuah pendidikan tentang keagamaan, yaitu dalam kandungan, masa prenatal dan masa bayi. Walaupun pada saat itu penerimaan pendidikan agama itu belum dapat diberikan secara langsung misalnya dalam kandungan, seorang janin hanya bisa menerima rangsangan atau respon dari sang ibu, ketika ibu sedang sholat mungkin atau mengerjakan perintah-perintah agama lainnya, begitu juga pada saat bayi dilahirkan, ia hanya menerima rangsangan dari luar misalnya pada saat sang bayi di azankan. Pada usia anak-anak sikap keberagamaan mereka lebih bersifat authority atau pengaruh dari luar. Sebagaimana dipaparkan oleh Jalaluddin, bahwa ”Ide keagamaan anak hampir sepenuhnya authoritarius, konsep keagamaan pada diri anak dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka”. Mereka melihat dan mengikuti apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Di samping itu juga dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaannnya seperti perkembangan berpikir. Ini juga berarti bahwa orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki, dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebisaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dari para orang tua.
Sikap remaja terhadap agama dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Sikap keagamaan remaja adalah sebagai berikut :
Percaya secara ikut-ikutan.
Percaya dengan kesadaran.
Perkembangan agama pada remaja, seiring dengan perkembangan fisik dan psiskis remaja, terdapat beberapa aspek yaitu: 1) Pertumbuhan pikiran dan mental. Hal ini ditandai dengan adanya sifat kritis pada diri remaja terhadap ajaran agama, 2) Perkembangan perasaan. Ditandai dengan perasaan sosial, etis dan estetis mendorong remaja untuk menghayati kehidupan agama yang terbiasa di lingkungannya, 3) Pertimbangan sosial. Ditandai remaja lebih memilih kehidupan dunia daripada akhirat, namun di saat tertentu remaja mencari kebahagiaan jiwa dengan menggantungkan diri kepada Tuhan, 4) Perkembangan moral yang bertitik tolak dari usaha mencari perlindungan, 5) Sikap dan minat remaja terhadap agama sedikit karena dipengaruhi oleh lingkungan dan zaman.
Pentingnya agama pada remaja mengharuskan pendidikan di sekolah menanamkan nilai-nilai agama pada remaja. Jika remaja sudah mendapatkan pendidikan agama di rumah maka sekolah sebagai penguat penanaman nilai agama pada remaja dan jika sebaliknya maka perlunya penanaman nilai-nilai agama yang lebih pada remaja. Bimbingan agama yang di lakukan di sekolah membantu terahnya perilaku remaja ke arah yang lebih baik.
Kemantapan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang.
Berdasarkan hal ini, maka sikap keberagamaan seorang di usia dewasa sulit untuk diubah. Jika pun terjadi perubahan mungkin proses itu terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang matang. Dan sebaliknya, jika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai non-agama, itu pun akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya. Dan jika nilai-nilai agama yang mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan seorang dewasa cenderung didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasan batin atas dasar pertimbangan akal sehat.
Menurut Abudin Nata dalam buku Psikologi Pendidikan Islam, sikap keberagamaan orang dewasa ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
Menerima kebenaran agama berdasarkan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan
Cenderung bersifat realis, norma agam diaplikasikan dalam sikap dan prilaku
Bersikap positif dan berusaha mempelajari dan mendalami pemahaman agama
Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab
Bersikap terbuka dan wawasannya luas
Bersikap lebih kritis terhadap ajaran agama dengan pertimbangan hati nurani
Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing
Hubungan sikap keberagamaan dan kehidupan sosial sudah berkembang,,Penulis Saifudin Zuhri.