journalpesantren.com Keputusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan batas usia minimal 40 tahun atau pernah menjabat pemimpin daerah memang cukup mengundang polemik keras di publik. Bagaimana tidak, para akademisi, ahli hukum, dan masyarakat yang kritis terhadap pemerintah seakan berteriak satu suara melemahkan potensi anak muda. Beragam dalih dikeluarkan mulai dari alasan dalil hukum, framing politik dinasti sampai keraguan akan kapasitas kepemimpinan anak muda dalam mengelola ranah eksekutif yang semua menggambarkan upaya melemahkan anak muda. Padahal anak muda juga layak diberikan kesempatan memimpin baik ranah eksekutif, legislatif dan yudikatif tanpa harus memandang latar belakang siapa orang tuanya, sebab prinsip anak muda “Inilah aku, bukan siapa bapakku atau apa di belakangku”
Untuk kalangan anak muda, sosok Gibran dan Kaesang yang merupakan putra kandung Presiden Jokowi tentu sangat menarik perhatian banyak kalangan. Mereka yang sering mengkritik kepemimpinan hari ini cenderung membaca keputusan Mahkamah Konstitusi secara politis khususnya melabelkan politik dinasti dengan sindiran Mahkamah Keluarga. Padahal tak satupun manusia yang dapat memilih akan dilahirkan dari orang tua mana dan siapa, sehingga seruan politik dinasti dirasakan kurang tepat sebab seorang pemimpin tentu punya cara tersendiri bagaimana menunjukkan ke masyarakat akan kualitas kepemimpinannya. Jika pun ada pandangan politik dinasti, tak ada satupun produk hukum yang melarang politik kekeluargaan, meski secara etika politik di masyarakat hal ini tentu menjadi bahan perdebatan yang menarik. Tetapi sekali lagi, kita tak bisa memilih lahir dari rahim orang tua manapun, jika pun Gibran dan Kaesang lahir dari rahim Ibu Iriana dan Pak Jokowi, tentu itu anugerah yang Allah SWT berikan kepada kedua sosok laki-laki muda tersebut.
Tetapi yang perlu kita ingat bersama, jauh sebelum memutuskan terjun ke dunia politik, sosok Gibran sudah menunjukkan kapasitasnya sebagai pemimpin muda di kalangan bisnis sehingga membuat mentalitasnya sudah teruji sejak muda. Kreativitasnya melahirkan aplikasi bisnis yang menghubungkan industri dengan pencari kerja menandakan jiwa bisnis sekaligus sosial hidup dalam kesehariannya. Sebagai pemimpin muda, kreativitas ala milenial sudah hidup dalam keseharian dan kepribadian Gibran sehingga memiliki kesempatan pengabdian yang luas memimpin daerah sebagai Walikota Solo, sebuah daerah yang dikenal strategis secara geografis dan senantiasa mampu menghasilkan tokoh besar yang mencerahkan kepemimpinan nasional dengan berbagai kontribusi terbaiknya.
Kepercayaan dalam mengambil hati rakyat Solo sejalan dengan kehidupan pribadi Gibran yang sebelumnya pernah dipercaya mengelola dan mengawali usaha tahun 2018 untuk bisnis yang sedang dirintisnya. Kepemimpinan atas dasar saling percaya di dunia bisnis menjadi modal penting Gibran dalam melakoni perjalanan panjang dunia politik sehingga mampu menjadi salah satu pioner pemimpin daerah berjiwa muda. Dengan modalitas kepemimpinan yang sudah teruji, jiwa muda Gibran akan lebih maksimal jika mampu naik kelas ke tingkat nasional setelah Mahkamah Konstitusi membuka peluang tersebut. Jika selama ini kepemimpinan nasional diyakini dipegang anak muda melalui bonus demografi 2045, masuknya nama Gibran sebagai cawapres diyakini akan mempercepat kepemimpinan muda di level nasional, sekarang tinggal menunggu takdir terbaiknya saja bahwa ada pemimpin muda lahir dan mencatat sejarah dalam kepemimpinan nasional di Indonesia. ( inggar Saputra Sekjen Relawan Paguyuban Pasopati Nusantara ). JP.