journalpesantren.com .Saat ini kita sedang berada pada momentum tahunan yang selalu dirindukan oleh Ummat Islam, yakni puasa Ramadhan. Ada banyak kemulyaan, hikmah serta ganjaran yang dilipatgandakan. Maka Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah bagi ummat Islam, dan diharapkan dapat menjadi berkah pula bagi ummat yang lainnya.
Puasa yang kita lakukan memiliki dua dimensi ibadah sekaligus, yang pertama: dimensi ilahiyah sebagai wujud ketundukan dan ketaatan kita sebagai seorang hamba. Atas dasar ketaatan dan komitmen ilahiyah ini, seorang Muslim rela untuk tidak makan dan minum hingga sampai batas waktu yang ditentukan.
Puasa sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam potongan ayat terakhir surat al-Baqarah:183 bahwa diwajibkannya puasa bertujuan untuk laallakum tattaqun”. Ketakwaan merupakan dimensi spiritual yang membutuhkan kesalehan secara teologis. Dimensi ini bersifat vertikal dari seorang hamba kepada Tuhannya, dan bahkan lebih privat lagi. Hadits nabi SAW:
كل عمل ابن ادم له ألا الصوم فانه لى وانا اجزى به (رواه البخاري)
Artinya: “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, sebab ia hanyalah untukku dan akulah yang akan memberikan ganjaran kepadanya secara langsung. (HR. Bukhari dalam shahihnya:7/226 dari hadits Abu Hurairah RA).
Kemudian dimensi yang kedua yaitu: dimensi insaniyah atau dimensi kemanusiaan. Seorang Muslim dilatih untuk berkomitmen dalam kepekaan terhadap sosial masyarakat. Secara sadar atau tidak, puasa sejatinya melatih setiap individu untuk lebih peduli dengan kondisi sosial dilingkungan mereka. Ketika seseorang sedang puasa, pasti akan merasakan lapar dan dahaga. Nah, dari pengalaman menahan lapar saat berpuasa, maka akan melahirkan sensitivitas sosial yang kemudian muncullah etos berbagi untuk kepentingan memenuhi kebutuhan saudara-saudara yang wajib ditolong. Sehingga kita dapat merasakan betapa sulitnya saudara kita yang mengalami kondisi kelaparan yang memang tidak ada sesuatu untuk dimakan.
Untuk itu, marilah kita hindari berbuka puasa secara berlebihan. Biasanya saat berbuka kita akan serakah menyediakan menu makanan secara berlebihan hanya untuk menuruti hawa nafsu, dan yang tidak ada menjadi diada-adakan untuk berbuka. Kalau ini yang terjadi, maka bukan belajar untuk empati, tetapi malah menjadi konsumtif dan pemborosan.
Orang yang berpuasa juga dilatih untuk memiliki kepekaan sosial terhadap orang yang tidak puasa. Saat orang yang tidak puasa hendak makan dan minum, kita harus toleransi, karena itu merupakan kebutuhan hidup. Jangan merasa sebagai bentuk ejekan atau sebuah kesengajaan. Memang ada yang sengaja, namun jadikanlah itu sebagai bentuk pelatihan diri sehingga ibadah puasa yang kita jalankan akan terlihat perjuangannya dan kebermaknaannya.
Maka seyogyanya kedua dimensi ibadah puasa ini harus menjadi tolak ukur keberhasilan puasa kita. Sehingga madrasah ramadhan menghasilkan lulusan yang tidak hanya saleh secara spiritual tetapi juga saleh secara sosial sekaligus mampu menjalin toleransi kita terhadap sesama.
Harapannya setelah melewati bulan puasa Ramadhan ini, jiwa sosial ummat Islam tergugah yang kemudian menjadikan terciptanya suatu tatanan masyarakat Muslim yang sejahtera, saling mengasihi dan menyayangi. Aamiin ya Rabbal alamin.Zakiyah S,Pdi.