journalpesantren.com ( 19/1/24 ) Perkembangan teknologi di segala bidang kehidupan menuntut manusia berfikir cepat. Manusia dimudahkan adanya teknologi yang memperpendek jarak, ruang dan waktu. Kita dihadapkan pada sebuah kebutuhan dunia yang serba digital. Kehilangan akses digital membuat manusia terasa seperti kehilangan separuh kehidupannya.
Adanya dunia yang serba digital melanda seluruh aspek kehidupan, termasuk urusan ekonomi. Jika dulu sistem barter merupakan gejala ekonomi di periode awal manusia. Seorang yang mempunyai sebuah barang saling bertukar dengan barang lainnya. Persoalannya kemudian mulai muncul anggapan ada ketidaksetaraan nilai dari barang yang ditukarkan.
Manusia kemudian beralih, menggunakan uang logam sebagai alat tukar. Terasa lebih praktis, sebab suatu barang dapat ditakar nilai dan harganya. Jika seekor ayam dihargai lima puluh ribu rupiah, maka sejumlah itu pun logam yang dibayarkan. Tetapi ketidakpuasan manusia mulai muncul sebab membawa uang logam terasa merepotkan. Dibutuhkan inovasi agar transaksi jual beli lebih praktis.
Mulai berkembang pemikiran menciptakan uang kertas untuk menukar barang dengan nilai tertentu. Berbeda dengan uang logam, penggunaan uang kertas bersifat praktis. Mudah dibawa ke mana-mana dan tidak merepotkan ketika harus disimpan di dompet misalnya. Uang kertas kemudian dianggap sebagai sebuah alat tukar yang sah. Kesepakatan di masyarakat, setiap uang kertas ada nilai dan harganya.
Zaman terus berubah, penggunaan uang kertas mulai digantikan oleh anjungan tunai mandiri. Perkembangan kekinian, uang kertas tergeser kehadiran sistem internet banking. Penemuan internet membuat seseorang yang ingin melakukan aktivitas ekonomi cukup melalui handphone. Semua terasa serba mudah, praktis dan cepat tanpa harus kehilangan waktu yang banyak. Itulah manusia yang serba tidak puas termasuk dalam urusan ekonomi sehingga terus berfikir kreatif dan inovatif.
Makin tinggi dan kompleksitasnya kehidupan, membuat internet banking digantikan perannya dengan sistem e-wallet. Penggunaan dompet digital menjadi raja, dimana setiap orang mulai menggantikan uang dalam genggaman handphone. Transaksi keuangan berjalan tidak lagi bersentuhan dengan uang secara fisik. Teknologi menggantikan uang dalam sebuah transaksi online berbasis handphone.
Tak cukup berhenti menelurkan inovasi, maraknya transaksi digital dan kehidupan manusia yang ingin serba praktis melahirkan kreativitas baru. Indonesia sedang mengembangkan konsep rupiah digital dalam bingkai proyek Garuda. Sebagaimana dijelaskan website Bank Indonesia, mekna rupiiah digital sebagai berikut.
Rupiah Digital merupakan uang Rupiah yang memiliki format digital serta dapat digunakan seperti halnya uang fisik (uang kertas dan logam), uang elektronik (chip dan server based), dan uang dalam Alat Pembayaran Menggunakan Kartu/APMK (kartu debit dan kredit) yang kita pakai saat ini. Rupiah Digital sendiri hanya diterbitkan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral Negara Republik Indonesia. Rupiah Digital juga tidak termasuk dalam aset kripto ataupun stablecoins”
Direncanakan akan ada dua jenis rupiah digital. Rupiah Digital wholesale (w-Rupiah Digital) dengan untuk transaksi wholesale seperti operasi moneter, transaksi pasar valas, serta transaksi pasar uang. Rupiah Digital ritel (r-Rupiah Digital) untuk transaksi ritel baik dalam bentuk transaksi pembayaran maupun transfer, oleh personal/individu maupun bisnis (merchant dan korporasi).
Meski saat ini masih berstatus gagasan yang sedang diujikan, inovasi ini terbilang sangat bagus. Adanya rupiah digital merupakan bagian adaptasi ekosistem keuangan Indonesia di tengah pusaran tren keuangan global. Persoalannya kemudian, sejauhmana kesiapan masyarakat Indonesia menghadapi era baru rupiah digital?
Tentu saja jawaban yang ada sangat beragam. Tetapi yang pasti, setelah tahap pengujian selesai perlu ada pertimbangan sosialisasi ke masyarakat. Sebab meski kita sudah memasuki era digital, tidak semua kelompok masyarakat mampu merasakannya. Persoalan infrastruktur internet yang berbeda di setiap daerah berpotensi jadi hambatan inovasi rupiah digital. Bagaimanapun kemampuan jaringan internet adalah daya dukung yang cukup berpengaruh kepada fenomena uang digital.
Tak kalah penting, sosialisasi ke masyarakat melalui perencanaan strategi komunikasi yang matang. Masyarakat Indonesia berpotensi terbelah atas inovasi ini, sebagian masyarakat yang terbiasakan digital berpotensi menerima kebijakan ini. Sedangkan mereka yang terbiasakan uang fisik, tentu dibutuhkan proses yang panjang agar penerimaan yang ada berjalan baik. Pro kontra ini perlu dikanalisasi dan dikelola dengan baik agar tidak menicptakan gejolak di masyarakat.
Sebagai sebuah gagasan dan inovasi, rupiah digital sangat baik dan berdampak positif kepada pembangunan nasional. Tetapi kesiapan daya dukung utama seperti infrastruktur jaringan internet dan penerimaan sumber daya manusia Indonesia harus jadi perhatian utama. Gerakan yang perlu dibangun secara kultural dan struktural sangat diharapkan agar sosialisasi rupiah digital berjalan baik. Lebih lanjut, kita akan melihat sejauhmana keseriusan pemerintah merealisasikan rupiah digital baik segi konsep, infrastruktur dan kesiapan masyarakat sebagai pelaku ekonomi di lapangan.( Inggar Saputra Sekjen Rpp Nusantara ) Jp