journalpesantren.com Bismillah wal hamdulillah Rabbil-alamin, segala puji bagi Allah swt. atas segala nikmat-Nya kepada kita yang tidak terhitung. Semoga salawat serta salam tercurhakan kepada Nabi Muhammad saw. Sesungguhnya Allah swt. Me¬miliki keluarga yang diarabkan ahlullah, yaitu “keluarga” Allah swt, mereka yang menjadi kekasih-kekasih Allah swt, mereka itu wali-wali Allah swt. dan mereka itu ahlul Qur`an lafdzan wa ma`nan wa amalan.
Dua kata kunci utama yaitu kata ahlun dan kata al-Qur`an. Ahlun itu secara etimologi berarti kerabat dekat, ke¬dekatan, kehormonisan, kecocokan, dan kesesuaian. Se¬dang¬kan kata al-Quran itu secara etimologi bermakna penelusuran kata dengan pandangan, atau mengucap¬kan-nya, bacaan, kumpulan, pengamatan, dan pemahaman mak¬na yang tersimpan. Maka istilah “ahlul Qur`an” secara ba¬hasa adalah para pendekat al-Qur`an, yaitu orang-orang yang senantiasa interaksi kuat secara komprehensif (lafdzan wa ma`nan wa amalan) dengan al-Qur`an berdasar¬kan iman kepada Allah swt., mereka sangat yakin bahwa ti¬lawah al-Quran adalah kenikmatan yang agung dan mem¬bawa kepada kebahagiaan sejati. Ada tiga sumber keba¬hagiaan secara tekstual dalam al-Quran, yaitu: kitab al-Quran, berdoa kepada Allah swt, dan berbuat baik terutama kepada orang tua khususnya ibu:
مَآ اَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْاٰنَ لِتَشْقٰٓىۙ، طه:2.
Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Nabi Muhammad) supaya engkau menjadi susah.
قَالَ رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا، مريم:4.
Dia (Zakaria) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya tu¬langku telah lemah, kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Tu¬hanku.
وَاَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَاَدْعُوْ رَبِّيْۖ عَسٰٓى اَلَّآ اَكُوْنَ بِدُعَاۤءِ رَبِّيْ شَقِيًّا، 48.
Aku akan menjauh darimu dan apa yang engkau sembah selain Allah. Aku akan berdoa kepada Tuhanku semoga aku tidak kecewa dengan doaku kepada Tuhanku.”
وَّبَرًّا ۢ بِوَالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّارًا عَصِيًّا، مريم:14.
(Dia) orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan dia bukan orang yang sombong lagi durhaka.
وَّبَرًّا ۢ بِوَالِدَتِيْ وَلَمْ يَجْعَلْنِيْ جَبَّارًا شَقِيًّا، 32.
dan berbakti kepada ibuku serta Dia tidak menjadikanku orang yang sombong lagi celaka.
Kehidupan dunia ini diawali dengan tangisan bayi, dite¬ngahi dengan ujian (dewasa), dan akhiri dengan kematian, semua proses ini butuh pertolongan Allah swt. Maka di¬antara wasilah terdahsyat adalah tilawah kitab-Nya, yaitu al-Qur`an. Kita mendengar ayat-ayat dengan telinga, kita ber¬¬tadabbur dengan akal pikiran, dan kita memasukkan makna sedalam-dalamnya dengan pengahayatan hati. Awal mula kita sami`na yakni mendegarkan, terus kita lanjutkan istima` yaitu mendengarkan dengan seksama, lantas me¬ngamalkannya (sami`na wa atho`na). Sebagai seorang muslim, kita berusaha menapaki proses-proses menjadi ah¬lul Quran, mulai dari tahsin, tahfiz, tafsir, tanfiz, tansyir, dan tsabat istiqamah di jalan al-Quran. Ini membutuhkan energi besar yang kontinyu, maka hanya Allah swt yang memberi kekuatan menelusuri jalan mereka yang sebagai kaum salaf ahlul Qur`an.
Sejatinya membaca ayat-ayat kauniyah yang terben-tang luas di alam raya ini juga membutuhkan skill pem-bacaan yang baik dan benar (tajwid). Tidak hanya dalam ta¬taran persepsi pembaca, tetapi diimbuhkan dengan konsepsi penulis dan dikaitkan dengan dengan dunia realitas ayat (Theo-Humanistik). Al-Quran adalah tali Allah swt yang ber¬sifat samawi ini perlu kita bumikan atau landingkan sehingga tidak terkhusus di level idealita saja, tetapi holistik menca¬kup idealita yang terhubung erat dengan relita (anthropo-sentris). Bagi para pembaca ayat-ayat kauniyah harus ja¬rang menggunakan isymam (mecucu) sebagaimana saat membaca ayat-ayat Qur`aniyah 6236 ayat yang hanya sekali isymam, yaitu dalam QS. Yusuf, ayat: 11.
قَالُوْا يٰٓاَبَانَا مَالَكَ لَا تَأْمَنَّ۫ا عَلٰى يُوْسُفَ وَاِنَّا لَهٗ لَنٰصِحُوْنَ، يوسف:11.
Mereka berkata, “Wahai ayah kami, mengapa engkau tidak memercayai kami atas Yusuf, padahal sesungguhnya kami benar-benar menginginkan kebaikan baginya?.
Tanamlah benih! Nanti mungkin itu tumbuh atau tidak, tetapi jika kita tidak menanam tentunya lebih tidak akan tumbuh. Ibarat itu seperti buku ini, yang merupakan bagian dari pengembangan atau pertumbuhan dari sebagian tema-tema dari buku-buku sebelumnya, yaitu: Ilmu Santri dan Murid Madaris, khususnya yang terkait tentang pembahasan tema al-Qur`an. Kesederhaan buku ini disebabkan kurang sistematik dan ada beberapa yang terulang (redundant), itu dikarenakan memang buku ini diperuntukkan bagi para pembaca dari kalangan santriwan dan santriwati PP. Ihsanul Fikri Magelang dalam kajian malam hari sebelum mereka belajar mandiri. Ajaran-ajaran simpel dalam buku ini harapannya mampu menjadi panduan praktis bagi para santri dalam menjalin interaksi inten dengan kitab suci al-Quran.
Pendewasan diri itu dengan sibuk berbagai ketaatan dan kesalehan dalam aktivitas lahir dan batin guna mengusir kemaksiatan yang berawal dari hawa nafsu dan bisikan setan. Diantaranya dengan aktif tilawah, tadabbur, dan bermesraan di setiap saat dalam dekapan al-Quran. Saat jiwa ini penuh kesibukan amal saleh maka kemaksiatan akan tersingkir, saat jiwa terbiasa memikul beban berat maka beban yang ringan tidak berarti, saat galon hati penuh air hikmah maka hawa nafsu akan tertekan dan kabur. Begitulah para ulama menundukkan dirinya di hadapan kalam ilahi, yang berawal dari keterpaksaan lantas menjadi habit atau kebiasaan dan akhirnya berujung pada karakter Qur`ani. Afdol bagi seorang muslim berjumpa surat-surat al-Quran (114) min satu kali dalam satu pekan. Itu wirid ahli Quran dan mereka khatam sekali dalam satu pekan dengan metode FAMIBISYAWQIN.
Hafidz al-Quran istilah sudah familier di kalangan masyarakat, terma ini disematkan kepada penghafal al-Qur¬an, namun yang tepat adalah Hamilul Quran. Sebenarnya al-Hafidz itu gelar untuk ulama yang hafal 100.000 hadits Nabi Muhammad saw, sedangkan al-Muqri` itu gelar ulama yang pakar dalam bidang qira`ah.
Jenjang suluk seorang hamilul Quran it bervariasi: Level satu ia suka menyalahkan orang lain, baik dalam tahsin, tahfidz, tafsir dan persanadan; Level dua ia suka introspeksi diri dengan mencari kesalahan diri sendiri; Level terakhir adalah ta¬wadhu, ia tidak menyalahkan siapa-siapa lagi, karena semua itu adalah ladang dakwah dan ia fokus melihat atau mu¬syahadah kepada Allah swt. Perasaan malas itu menghinggapi ke jiwa setiap anak manusia, maka tugas seorang muslim melawan rasa malas, sehingga akhirnya rasa malas itu malas sendiri menggo¬danya karena seorang muslim tersebut mampu melawan¬nya. Perlawanan ini disebut perlawanan besar atau jihad akbar karena melawan hawa nafsu adalah peperangan besar:
وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ هُوَ اجْتَبٰىكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ هُوَ سَمّٰىكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ ەۙ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هٰذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِۖ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاعْتَصِمُوْا بِاللّٰهِۗ هُوَ مَوْلٰىكُمْۚ فَنِعْمَ الْمَوْلٰى وَنِعْمَ النَّصِيْرُࣖ، الحج:78.
Berjuanglah kamu pada (jalan) Allah dengan sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu, yaitu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu dan (begitu pula) dalam (kitab) ini (Al-Qur’an) agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka, tegakkanlah salat, tu¬naikanlah zakat, dan berpegang teguhlah pada (ajaran) Allah. Dia adalah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
وَجاهِدُوا أمر بالغزو وبمجاهدة النفس والهوى وهو الجهاد الأكبر. عن النبي ﷺ أنه رجع من بعض غزواته فقال «رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر» فِي اللَّهِ أى في ذات الله ومن أجله. يقال: هو حق عالم، وجدّ عالم، أى: عالم حقا وجدا (التفسير الزمخشري). قدم على رسول الله ص.م. قوم غزاة فقال ص.م. قدمتم خير مقدم من الجهاد الأصغر إلى جهاد الأكبر قيل: وما جهاد الأكبر؟ قال: مجاهدة العبد هواه، البيهقي في الزهد: الرقم:373، ص:165.
Kami haturkan terimakasih banyak kepada Yayasan Tarbiyatul Mumin Pabelan dan semua pihak yang telah membantu lahirnya buku ini, semoga bermanfaat sampai akherat, aamiin. Tentunya penulis sebagai manusia biasa tidaklah luput dari salah dan dosa, oleh karenanya penulis mohon maaf sebesar-besarnya, selamat membaca!. Dr A Kasban Sarkawi Randhim.
Journal pesantren .